Dari Jurnal Nasional

Sulit Air Bersih Tinggal Kenangan
by : Heru Prasetya

MASA lalu sulit air di Dusun Sanan, Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta berakhir sudah. Tidak ada lagi warga yang harus berjalan kaki sejauh tiga kilometer hanya untuk mandi atau mengambil air bersih. Kini, mereka yang tinggal di tempat paling tinggi pun sudah memiliki kran dengan air siap mengalir kapan pun diperlukan. Putar kran...dan mengalirlah air...

Begitulah gambaran warga setempat. Tempat paling tinggi di dusun ini masuk wilayah RT 05, dengan ketinggian 1.350 meter di atas permukaan air laut. Jumlah penduduk di dusun ini sekitar 1.500 jiwa terbagi dalam 450 kepala keluarga, tersebar di tujuh RT.

“Masalah bertahun-tahun di Dusun Sanan adalah air. Tidak mudah bagi mereka untuk memperoleh sepercik air. Bahkan gempa yang menerjang Bantul tahun 2006 lalu, pengaruhnya sangat besar terhadap ketersediaan air di sini karena banyak sumber air yang kemudian kering,” jelas Suripto, Kepala Desa Bawuran, Jumat pekan lalu.

Pengakuan diungkapkan Tarmudzi (63) warga RT 05. Laki-laki renta tapi masih enerjik ini mengaku harus berjalan kaki sekitar tiga kilometer ‘“ atau enam kilometer pulang pergi ‘“ untuk mandi. Satu-satunya sumber air yang tersedia pun tidak lagi di Dusun Sanan, tetapi masuk wilayah Dusun Kedungpring.

“Ke sana saya berjalan kaki, biasanya yang ngantri sudah banyak orang sehingga harus menunggu terlebih dahulu sebelum sampai tiba giliran mandi. Setelah mandi, saya menyempatkan mengisi satu derijen dengan air bersih untuk persediaan di rumah. Kemudian pulang sambil membawa derijen tadi. Sampai di rumah sudah berkeringat lagi,” jelas Tarmudzi kepada Jurnal Nasional di sebuah tanjakan dekat rumahnya.

Hal senada juga diungkapkan Sunarto (65), juga warga RT 05. Ia bahkan mengisahkan, banyak tetangganya lebih mementingkan ternak yang dimiliki dalam hal pemenuhan kebutuhan air bersih ketimbang untuk diri sendiri. Maksudnya, memberi minum ternak ‘“ pada umumnya adalah lembu ‘“ didahulukan, baru kemudian urusan mandi pemilik ternak itu sendiri.

Sehingga, menurut Tarmudzi maupun Sunarto, dalam sehari paling banter hanya mandi satu kali. Tentang kapan mandi dilakukan, sangat tergantung kepada kebutuhan. Biasanya mandi dilakukan beberapa saat sebelum bepergian. Jika tidak bepergian, mandi dilakukan jika kebetulan sedang melewati sumber air bersih.

Sanan memang termasuk dusun terpencil. Jarak dari Kota Bantul sekitar 20 kilometer ke arah timur. Sedangkan dari perempatan Terminal Terpadu Giwangan Yogyakarta ke arah selatan sekitar 15 kilometer. Perempatan Wonokromo ke timur sekitar lima kilometer, kemudian ke selatan. Setelah melalui jalan berkelok-kelok di kaki Pegunungan Seribu, sampailah di dusun ini.

Selain Sanan, ada dusun lain di Desa Bawuran yang juga kesulitan air bersih yaitu Sentulrejo dengan 300 kepala keluarga dan Jambon dengan 400 kepala keluarga. Desa Bawuran terdiri dari tujuh dusun dengan sekitar 2008 kepala keluarga. “Secara geografis, Dusun Sanan ada di bagian atas dibanding dusun-dusun lain,” jelas Suripto.

Bantuan AmeriCares (LSM asal Amerika Serikat) melalui Yayasan xxxxxxxxx Yogyakarta sebesar US$95.000 (Rp855 juta) memicu warga setempat untuk bahu-membahu mengatasi persoalan air bersih. Awalnya tidak mudah menyatukan pendapat warga Sanan, karena warga bawah (maksudnya yang tinggal di tempat bawah) sulit menerima program pengangkatan air bersih. Sebagian warga bawah khawatir, sumber air mereka bakal kering jika terus menerus disedot untuk kepentingan warga atas.

Setelah melalui beberapa kali pertemuan, warga bisa menerima pengangkatan air bersih tersebut. Tetapi kemudian muncul lagi persoalan, jika sumber air disedot ada yang mengkhawatirkan kejadian lumpur Lapindo di Sidoarjo terjadi di Sanan. Untuk persoalan ini, memerlukan beberapa kali pertemuan sampai warga dapat menerima.

Tahap-tahap sampai kepada pengeboran lokasi yang diperkirakan merupakan sumber air pun kemudian dilakukan. Gotong royong warga setempat dilakukan dalam waktu sekitar 1,5 tahun, sejak September 2006 hingga Desember 2007. Di antaranya adalah pengeboran di tanah kas desa yang berlokasi di RT 07 sedalam 120 meter.

“Tadinya kami memperkirakan debit air di situ 2 liter per detik. Ternyata setelah dibor, debitnya lebih besar yaitu sekitar 5 liter per detik. Jika rencana awal hanya untuk sebagian warga Sanan, kini malah bisa untuk semuanya,” ungkap xxxxxxxxx, Ketua Yayasan xxxxxxx Yogyakarta.

Air dari hasil pengeboran tadi kemudian dibawa ke Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Yogyakarta untuk dites layak atau tidaknya dikonsumsi manusia. Hasil tes laboratoruim yang dikeluarkan pada 10 Agustus 2007 lalu menyimpulkan bahwa air itu sangat layak dikonsumsi manusia.

Gotong royong warga terus dilakukan. Pemasangan pipa serta pembangunan reservoir air pun dilakukan warga setempat. Laki-laki dan perempuan giat melakukan “hajatan” tersebut, kadang bahkan sampai pukul 03.00 WIB. Sehingga selesailah “rute” air dari sumur bor ke reservoir antara yang berjarak 60 meter, dan dari reservoir antara ke reservoir induk yang berjarak hampir dua kilometer dari sumur bor.

Pada gotong royong itu juga dilakukan pemasangan kran-kran pada 220 rumah warga lengkap dengan meteran air seperti layaknya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penentuan 220 warga tadi berdasarkan partisipasi aktif mereka dalam kerja bakti yang selalu dilaksanakan pada proses tersebut.

“Lebih baik kami lelah kerja bakti sehari semalam tapi akan dapat air, dari pada bertahun-tahun hidup susah gara-gara sulit air. Kami bangga sejak awal masyarakat diberi peran sangat penting dalam setiap tahapan program ini,” kata Sugeng Widodo, Ketua Jaringan Suplai Air Bersih Dusun Sanan.

Sedangkan menurut David Prettyman, Country Director AmeriCares, gotong royong adalah kata kunci paling tepat dalam pembangunan prasarana tersebut. Masyarakat diberi peran yang besar sejak persiapan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan nantinya. “Inilah model yang pas untuk menjawab keinginan besar dari masyarakat pada awal kunjungan kami ke sini,” tambah David yang sudah 20 tahun tinggal di Indonesia.

Menyitir iklan obat di televisi, warga Sanan pun bisa mengatakan, “Selamat tinggal sulit air‘ ” Heru Prasetya

Tidak ada komentar: